Inisiatif Desa Ngimbrang mengadakan acara diskusi tentang pengembangan BUMDesa patut diacungi jempol. Acara diskusi diselenggarakan di Balai Perikanan Desa Ngimbrang yang terletak di tengah hamparan kolam ikan dan lahan perkebunan tembakau warga pada Rabu 25 Oktober 2017. Turut hadir sebagai peserta dalam acara tersebut pengelola BUMDesa Ngimbrang, pemerintah Desa Ngimbrang, pengelola pasar Desa dan Kelompok Wanita Tani Desa Ngimbrang, perwakilan dari Desa Karanggedong dan Pengelola BUMDesa Gemawang serta beberapa perwakilan Desa.
Tepat pada pukul 13.00 WIB, acara diskusi dibuka oleh panitia, dan kemudian diawali dengan pemaparan narasumber oleh Farid Hadi Rahman, OC Forum Pengembangan dan Pembaharuan Desa (FPPD) Yogyakarta dan Tenaga Ahli di Kementerian Desa PDTT. Pada pemaparan tersebut, Farid Hadi Rahman, menyampaikan bahwa Desa sebetulnya kaya akan aset, namun anehnya angka kemiskinan tertinggi justru terjadi di Desa. Menteri Keuangan baru-baru ini menyampaikan bahwa jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan bertambah dari tahun sebelumya. Hal ini disebabkan karena aset-aset yang ada di Desa belum dikelola secara optimal untuk membuka lapangan kerja masyarakat, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan pendapatan asli Desa.
Farid Hadi menambahkan bahwa salah satu tujuan dari adanya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) adalah untuk mengatasi kemiskinan di Desa dengan mengoptimalkan pemanfaatan aset Desa. Untuk mencapai tujuan tersebut, UU Desa memberikan mandat kewenangan kepada Desa untuk mendirikan BUMDesa sebagai wadah usaha guna menampung dan melayani kebutuhan usaha-usaha masyarakat yang ada di Desa dan sebagai organisasi pengelola aset-aset Desa guna membuka lapangan kerja masyarakat, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan pendapatan asli Desa.
Lebih lanjut, Farid Hadi menyampaikan bahwa saat ini telah berdiri ribuan BUMDesa di Indonesia, namun baru sedikit yang terkelola dengan baik dan produktif. Hal ini lebih disebabkan karena kurangnya kemampuan pelaksana operasional BUMDesa dan kurangnya dukungan masyarakat terhadap pengembangan usaha BUMDesa. Oleh karena itu, BUMDesa harus dibentuk berdasarkan kebutuhan dan keinginan kuat masyarakat melalui Musyawarah Desa agar masyarakat ikut merasa memiliki dan bersama-sama memajukan BUMDesa, karena pengembangan BUMDesa adalah gerakan ekonomi kolektif seluruh masyarakat Desa. Bisnis BUMDesa adalah bisnis solidaritas, yaitu bisnis yang melibatkan rasa kebersamaan masyarakat seluas-luasnya sebagai produsen dan pembeli produk lokal Desa sehingga perputaran uang terjadi di Desa dan dampaknya dapat meningkatkan daya beli masyarakat serta membuka luas lapangan kerja di Desa.
Selanjutnya, BUMDesa harus dapat mengundang masyarakat luar Desa untuk datang dan belanja produk Desa yang dibuat oleh masyarakat dan dipasarkan oleh BUMDesa dengan kualitas yang baik dan kemasan yang menarik. BUMDesa tidak boleh menjadi pesaing atau pemangsa usaha masyarakat yang sudah ada. Peran BUMDesa adalah sebagai wadah penampung dan pengkoordinir usaha-usaha masyarakat yang sudah ada. Semua itu dapat terwujud jika pengelola BUMDesa mau belajar mengelola BUMDesa dengan baik, memetakan aset Desa yang potensial untuk dikelola oleh BUMDesa dan berkawan dengan BUMDesa lain dan berbagai pihak yang memiliki tujuan mengembangkan BUMDesa, karena mengembangkan BUMDesa tidak bisa dilakukan sendirian.
“Banyaknya Desa yang tersandung masalah dan banyaknya BUMDesa yang belum berkembang merupakan bukti bahwa memajukan Desa tidak bisa dilakukan sendirian, perlu berkawan dan bekerjasama dengan berbagai pihak, untuk menambah pengetahuan dan kemampuan. Baik bekerjasama dengan Pemda, Pendamping, maupun Pihak Ketiga dari Universitas, LSM, dan Dunia Usaha sesuai peraturan yang berlaku,” ujar Farid Hadi Rahman.
Setelah usai pemaparan narasumber, peserta diskusi menyampaikan bebarapa pendapat dan masukan. Peserta diskusi dari Pengelola Pasar Desa Ngimbrang, Tusyono menyampaikan bahwa kedepan agar Pasar Desa Ngimbrang dapat dikelola oleh BUMDesa, dan pedagang di pasar Desa Ngimbrang diharapkan lebih banyak diisi dari masyarakat Desa Ngimbrang. Beliau juga mendukung agar pelaksana operasional BUMDesa terus belajar agar memiliki kemampuan mengelola BUMDesa dengan baik.
Peserta diskusi lainnya, dari unsur perempuan, Sundariyati, perwakilan dari Kelompok Wanita Tani Desa Ngimbrang tak ketinggalan ikut semangat menyampaikan pendapat dan saran. “Kami para perempuan di Desa ini sebetulnya punya kemauan keras untuk membuat produk-produk yang bisa dijual. Saat ini ada beberapa produk makanan ringan yang sudah kami buat tetapi terkendala di pemasaran dan izin edar. Untuk itu kami membutuhkan dukungan bagaimana memasarkan dan mengurus izin produk kami”, ujarnya.
Menanggapi pendapat dari peserta diskusi tersebut, Farid Hadi menyampaikan: “membantu memasarkan dan mengurus izin produk masyarakat dapat dilakukan oleh BUMDesa. BUMDesa dapat melatih diri bagaimana mengemas produk masyarakat yang baik dan menarik serta mengurus perizinan dengan dibantu oleh Pemerintah Desa. BUMDesa juga dapat mengelola pasar Desa sebagai wadah untuk menampung dan memasarkan produk lokal Desa.”
Acara diskusi semakin menarik dengan kehadiran peserta dari Direktur BUMDesa Gemawang, Johan. Beliau menceritakan perjalanan pembentukan BUMDesa Gemawang dan keberhasilannya membuat dan mengelola Pasar Desa Gemawang.
BUMDesa Gemawang merupakan BUMDesa terbaik di kabupaten Temanggung, tetapi meskipun demikian, Pengelola BUMDesa Gemawang masih mau meluangkan waktunya menghadiri acara diskusi ini untuk menambah pengetahuan dan menambah kawan.
Pada kesempatan berikutnya, narasumber Penggiat Desa, mitra dari FPPD, Muhamad Hasby, menyampaikan pemaparan:
Pertama, Kami bersama FPPD sejak tahun pertama UU Desa diberlakukan, tahun 2014, aktif menemani Desa-desa di Temanggung dalam mensosialisasikan dan melaksanakan peraturan-peraturan tentang Desa, mengembangkan potensi sumber daya Desa, dan mengembangkan BUMDesa.
Kedua, selain memberikan mandat kewenangan kepada Desa untuk mengembangkan ekonomi lokalnya, Negara juga telah membekali Desa dengan dana ratusan juta setiap tahunnya untuk melaksanakan kewenangan tersebut. Namun, jika membaca berita di media massa, jumlah dana Desa setiap tahunnya meningkat tetapi mengapa angka kemiskinan di Desa tak kunjung turun. “Berdasarkan hasil pengamatan kami, hal ini bisa disebabkan karena hampir sebagian besar Dana Desa digunakan untuk kegiatan pembangunan fisik yang kurang memberikan dampak bagi pertumbuhan ekonomi di Desa. Sedikit sekali Dana Desa yang digunakan untuk mengembangkan potensi ekonomi lokal Desa melalui BUMDesa. Padahal sebetulnya Desa memiliki banyak asset berupa lahan, air, kolam, pasar, produk lokal dan aset lainnya yang bisa dikelola dan dikembangkan oleh BUMDesa untuk meningkatkan pendapatan masyarakat Desa”, ujar Hasby.
Ketiga, Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 4 Tahun 2015 dan Nomor 19 Tahun 2017 tentang Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa tahun 2018 telah mengarahkan prioritas penggunaan dana Desa diutamakan untuk 4 kegiatan yang salah satunya adalah pengembangan BUMDesa. Peraturan ini dapat menjadi pijakan bagi Desa untuk mengutamakan pengembangan BUMDesa, karena jika melihat kondisi yang ada, jumlah BUMDesa yang terbentuk sudah cukup banyak tetapi yang produktif masih sangat sedikit. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor:
- Karena belum terkelolanya aset-aset di Desa yang potensial oleh BUMDesa;
- Belum dimilikinya alat kelengkapan kerja BUMDesa (AD/ART, SOP, Rencana Usaha Jangka Panjang, dll);
- Kurangnya kemampuan administrasi, tata kelola dan keuangan BUMDesa;
- Kurangnya modal usaha yang dimiliki BUMDesa;
- Kurangnya pengetahuan tentang tata cara dan akses pemasaran produk BUMDesa;
Kekurangan ini dapat diatasi dengan cara aktif mengikuti pelatihan-pelatihan BUMDesa, dan belajar dari pengalaman BUMDesa-BUMDesa lainnya.
Keempat, UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa dan Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pendampingan Desa mengizinkan Desa bekerjasama dengan Pihak Ketiga dari Universitas, Organisasi Kemasyarakatan, dan Dunia Usaha. Pemerintah Desa perlu membuka diri dan berkawan dengan berbagai pihak yang sama-sama mempunyai tujuan mengembangkan BUMDesa.
Selanjutnya, dipenghujung acara diskusi, Kepala Desa Ngimbrang, Jones, diwakili oleh Sekretaris Desa Ngimbrang, Subur Adi Purwiyoto, menyampaikan bahwa Pemerintah Desa Ngimbrang sangat mendukung pengembangan BUMDesa Ngimbrang. Bentuk dukungan tersebut adalah dengan menganggarkan sebagian Dana Desa di APBDes Tahun 2017 untuk pengembangan BUMDesa. “Pengembangan BUMDesa Ngimbrang sudah dianggarkan dalam APBDes, tinggal eksekusi (pelaksanaan). Untuk itu kami sampaikan kepada Pemda, Pendamping, Penggiat Desa bersama FPPD agar dapat bersinergi mendampingi kami secara teknis dan substantive dalam pelaksanaan pengembangan BUMDesa Ngimbrang,” ujar Subur Adi Purwiyoto mewakili Kepala Desa Ngimbrang.
Tidak terasa acara diskusi sudah berjalan hampir 3 jam lamanya. Hawa udara dingin pun sudah mulai terasa, menunjukkan waktu sudah sore, dan tepat pukul 16.00 WIB acara kemudian ditutup oleh pembawa acara dengan harapan semoga diskusi ini dapat menambah wawasan bagi upaya mengembangkan BUMDesa dan memajukan Desa.***