Membalik dan Merubah Keadaan
Desa-desa di Kecamatan Lalan merupakan desa yang kaya dengan potensi keanekaragaman hayati tinggi, baik untuk flora maupun faunanya. Termasuk kekayaan biomasa tanahnya sehingga flora dan fauna didalamnya mendapatkan jaminan pangan yang memadai. Dengan kata lain, alam telah menyediakan semuanya untuk penduduk yang mendiaminya.Tinggal bagaimana masyarakatnya memamnfaatkan kekayaan alam tersebut agar bisa berkelanjutan hingga anak cucu nanti. Sayangnya, kekayaan alam tersebut berangsur punah dari tahun ke tahun karena aktivitas kehidupan manusia yang kurang bertanggung jawab menjaga keseimbangan hubungannya dengan alam.
Diera otonomi daerah yang berkelindan dengan otonomi desa saat ini, baik pemerintah daerah maupun pemerintah desa sama-sama menerima mandat kewenangan dan kepercayaan untuk mengelola sumber daya pembangunan. Tata ruang dan tata guna lahan tak lagi menjadi monopoli kebijakan pemerintah pusat. Demikian pula dengan keuangan negara. Per tahun 2001, dengan skema Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK), pemerintah daerah dapat membelanjakan program berbasis pelestarian lingkungan hidup, optimalisasi ruang dan lahan di pedesaan, sehingga kualitas kesejahteraan petani dan pekebun mengembang. Per 2015 lalu, desa mendapat dukungan penuh dari UU Desa untuk membangun kesejahteraan desa dengan membelanjakan Dana Desanya.
Hanya saja, bila menyimak gejala sosial kehidupan masyarakat petani dan pekebun di desa-desa di Kecamatan Lalan di atas yang nampaknya terliputi kelembagaan sosial, politik dan ekonomi yang tidak menguntungkan, rasanya menunjukkan bahwa sumber daya yang dimiliki oleh pemerintah kabupaten maupun pemerintah desa tersebut belum dilaksanakan secara baik. Sebagai bagian ikhtiar untuk mengikis risiko kemiskinan masyarakat pedesaan, maka gejala sosial di atas penting kiranya untuk direspon melalui beberapa strategi berikut ini.
Pertama, menata ruang dan penggunaan lahan desa dan kawasan pedesaan secara selaras dengan visi dan misi pembangunan kabupaten serta memiliki keberpihakan yang kuat terhadap visi pembangunan berkelanjutan, terutama pada penciptaan desa lestari. Mengapa, memijakan pada penciptaan desa lestari, karena sesungguhnya pemegang kedaulatan ruang dan kelompok masyarakat yang paling rentan terkena dampak buruknya tata ruang dan tata guna lahan tidak lain adalah masyarakat desa. Di samping itu, penataan ruang dan penggunaan lahan juga harus mampu mempertahankan kedaulatan ruang desa dan kawasan pedesaan dari serangan para pihak yang memiliki kedaulatan uang untuk merebut kedaulatan ruang desa.
Kedua, pemerintah dan juga swasta yang bergerak di bidang industri dan perkebunan sawit sudah saat secara konsisten membangun literasi bagi petani sawit mandiri baik tentang penerapan good agriculture practices maupun aturan main dalam perdagangan sawit berkelanjutan (ISPO dan RSPO). Mungkin saja bagi petani, ISPO maupun RSPO hanya sebatas daftar standar pengelolaan sawit yang baik sehingga dapat diterima di pasar internasional. Tapi bagi pelaku bisnis, pencanangan standarisasi sawit lestari adalah aturan monopoli dagang agar produsen mendapatkan pasokan sawit berkualitas, sehingga rasio keuntungan akan berlipat ganda. Bukan tidak mungkin, pembaruan aturan main ini akan selalu berkembang dari waktu ke waktu, di mana proses pembaruannya selalu meninggalkan kepentingan petani. Karena itu pemberdayaan good agriculture practices maupun pembangunan literasi petani tentang RSPO dan ISPO tadi, juga harus memperhatikan nilai keadilan dan kesetaraan antara petani sebagai produsen pertama dengan pelaku bisnis yang memiliki modal uang dan jaringan pemasaran.
Ketiga, pemerintah dan sektor swasta perlu memfasilitasi berkembangnya diversifikasi produk pertanian. Bahkan kalau bisa desa harus begerak untuk melakukan optimalisasi produk ekonomi lokal dengan mendiversifikasi produk pascapanen komoditas berbasis potensi pertanian dan perkebunan. Sebagaimana disinggung di atas, Lalan kaya akan kelapa dalam (coconut), tapi sama sekali tidak ada pihak yang memroduksi barang ekonomi turunannya, seperti minyak kelapa, virgin coconut oil (VCO)ΒΈ dan kerajinan tangan berbahan sabut maupun tempurung kelapa. Bila pemerintah, swasta ataupun desa tak memiliki kapasitas yang memadai, maka bisa dilakukan kerjasama antardaerah yang telah memiliki pengalaman tata kelola kebijakan di bidang pengembangan produk kelapa. Contohnya Kabupaten Kebumen di Jawa Tengah. Kabupaten ini memiliki banyak desa yang menjadi sentra pengembangan industri rumahan kerajinan sabut kelapa, dan juga BUMDesa yang mengembangkan produk minyak san VCO. Maka dari itu, ada baiknya Pemerintah Kabupaten MUBA dan Kabupaten Kebumen segera bertemu untuk merumuskan kerjasama untuk mendukung berkembangkan produktivitas ekonomi lokal masing-masing.
Keempat, pemerintah supradesa, khususnya Pemkab MUBA perlu dengan seksama memerhatikan kebutuhan dan kualitas infrastruktur jalan darat yang menghubungkan antardesa di Kecamatan Lalan. Saat ini, desa-desa di Lalan, dengan sumber Dana Desanya getol membangun jalan-jalan desa baik dengan teknik rabat beton maupun semenisasi. Namun sejauh ini belum terlihat nyata upaya Pemkab untuk melengkapinya dengan program pengembangan infrastruktur pedesaan berskala kabupaten. Demikian pula dengan transportasi air. Pemerintah perlu menfasilitasi pengembangan sarana transportasi sungai yang akan mempercepat mobilitas perekonomian antardesa, bahkan antardesa-kecamatan dan kabupaten. Pengembangan moda transportasi sungai antardesa ini dapat meminimalisasi lambannya perbaikan infrastruktur jalan darat, sehingga mobilitas ekonominya juga melambat.
Kelima, BUMDesa-BUMDesa di Lalan perlu mencurahkan unit usahanya secara lebih seksama pada kepentingan petani, bukan hanya sekadar membuka unit bisnis yang berorientasi profit semata. Trend terkini yang cenderung mengikuti arus besar ekonomi kapitalis, sangat sulit mendongkrak peran BUMDesa dapat mengangkat harkat martabat petani. Karena itu, di sinilah pentingnya reorientasi BUMDesa terhadap perjuangan menyejahterakan petani melalui jalur ekonomi.
Keenam,baik pemerintah kabupaten MUBA maupun pemerintah desa di Kecamatan Lalan perlu lebih kreatif dalam membuat program pembangunan, khususnya yang ditujukan untuk membangun keberdayaan dan kesejahteraan petani, agar dapat mencuri perhatian kalangan muda. Diversifiksi produk pasca panen atas komoditas pertanian, perkebunan dan hasil hutan perlu digenjot kembali dengan pendekatan yang lebih inovatif. Ingat, kalangan muda adalah kelompok usia produktif yang kaya dengan ide, imaginasi, cita dan karsa yang tinggi. Apalagi, kini baik pemeirntah kabupaten maupun pemerintah desa sama-sama memiliki kewenangan dan uang. Maka gunakan kewenangan dan uang tersebut untuk memberdayakan pemuda dan petani secara lebih kreatif.
Senin, 7 Mei 2018 18:36:18 - oleh : admin