FPPD - Forum Pengembangan Pembaharuan Desa

(Koalisi Rakyat untuk Pembaharuan Desa)

Kelahiran UU tentang Desa sudah cukup lama dinantikan. Kurang lebih enam tahun lamanya Gerakan Masyarakat Sipil bersama Pemerintah Desa melakukan Advokasi RUU Desa. Untuk mendorong substansi RUU Desa yang berpihak pada desa, maka diselenggarakan “Kenduri Desa”.  Kegiatan IRE ini didukung oleh FPPD, FPD, Formasi, Gerakan Desa Membangun dan Combine yang menamakan Koalisi Rakyat untuk Pembaharuan Desa. Agenda kegiatannya, meliputi: 1) Konferensi Pers, 2) Audensi dengan Pansus RUU Desa dan 3) Kenduri Desa

Konferensi Pers

Konferensi Pers mengupas RUU Desa dengan tema “Kenduri desa” untuk memberi masukan pada Pansus. Konferensi diselenggarakan di ruang wartawan DPR RI, dengan narasumber Muqowam - Ketua Pansus, Khatibul Umam dan Budiman Sujatmiko – Pimpinan Panja, Handono-Sekjen FPD, Yana – Kades Mandala Mekar Tasikmalaya (Desa Membangun), dan Arie Sujito – IRE.  Dalam pembahasan RUU Desa masih ada dua pinter yaitu soal masa jabatan kepala desa dan anggaran.

Handono menginginkan desa mandiri, selama ini desa dipandang bodoh, terbelakang tidak pernah mendapatkan kebijakan anggaran, inginnya desa punya anggaran cukup. Banyak program pemerintah membangun desa, desa dijadikan proyek pemerintah yang kadang kala tidak dibutuhkan desa, makanya kita menuntut 10 % APBN. Selama ini desa mendapatkan sisa anggaran. Aset desa (skala desa)  bisa diberikan kewenangannya kepada desa.

Arie Sujito mewakili koalisi (Kepala Desa, perangkat desa, akademisi dan NGO) mengatakan bahwa  kenduri ini salah bentuk support Pansus/Panja atas upaya-upaya melakukan akselerasi/percepatan RUU Desa. Sejauh ini Pansus telah melakukan upaya-upaya strategis agar substansi RUU berpihak pada rakyat. Isu penting soal kedudukan dan kewenangan, demokrasi  desa, reformasi perencanaan dan penganggaran. Soal agraria, sengketa tidak mendapatkan perhatian secara serius.  Pembahasan yang cukup alot mengenai anggaran, yang dituntut teman-teman sebenarnya menata ulang perencanaan penganggaran. Kalau desa diakui (rekognisi) dalam bentuk redistribusi, mereka tidak menuntut uang (pos baru) tapi menata ulang budget yang masuk ke desa (konsolidas budget). Dengan cara seperti ini konsistensi Pansus akan dikawal, Pansus sudah bekerja keras tetapi belum ada kesepakatan dengan Kemenkeu. Alokasi budget pada desa itu penting, kalau kita bisa distribusi resources dan desa dididik bisa mengelola dengan baik maka 75% sudah menyelesaikan persoalan bangsa. Kita tidak ingin UU ini ditunda sampai pasca Pemilu, tahun ini bisa ditetapkan dengan substansi yang berpihak pada desa. Jangan sampai UU memanfaatkan ketika masyarakat fokus pada Pemilu sehingga tidak melihat pada substansi.       

Yana, di Gerakan Desa Membangun, bagaimana kreatifitas desa memanfaatkan potensinya. Ada pandangan desa tidak mempu mengelola anggaran. Siapa yang mampu mengelola anggaran di Indonesia? Buktinya 10% dari dana perimbangan ADD yang menjadi hak desa tidak jalan. Di Tasikmalaya dalam 3 tahun baru mendapatkan ADD 50 juta, dimana belanja pegawai masih 80%. Perangkat itu masuk pada pegawai pemerintah atau daerah harus jelas. Selama ini kewenangannya ada pada kepala desa. Harapannya desa mampu mengelola anggaran karena tanpa anggaran pun desa mampu swadaya.

Khatibul Umam mengatakan bahwa kesepakatan bersama dengan Fraksi terkesan lama. RUU ini harus menjadi UU tahun 2013. Pertama, substansi perdebatan pada perlunya ada BUMDes. Desa paling tidak mendapat manfaat dari eksplorasi yang masuk ke desa sehingga perlu dilindungi badan usaha. Kedua selama ini anggaran ke desa secara sektoral. Berapa uang yang digelontorkan dan dikelola desa?, kita ingin ada uang APBN yang diturunkan ke desa sehingga ada pertanggungjawaban politik terhadap desa. Ketiga, hak-hak hidup dan berpolitik tidak perlu diperdebatkan, hanya perlu batasan-batasan berpolitik. Kebebasan kepala desa akan diuji dalam  konteks kepemimpinan bukan berpartai politiknya. Desa menjadi lokus spesifik dari pembangunan pemerintah yang selama ini kurang konsen, maka dengan RUU Desa kita memaksa pemerintah untuk mulai menegok serius kepada desa, sementara DPR semangat merealisasikan RUU Desa.

Budiman mengatakan bahwa 56% aset nasional dikuasai oleh 0,2% penduduk, 82% dari 56% berupa penguasaan atas tanah. Artinya ketimpangan ini sangat luar biasa. Masyarakat desa adalah korban paling bawah dari ketidakadailan. UU Desa untuk membenahi dan merestrukturisasi ketidakadailan. Jika puluhan pasal di UU Desa tidak disetujui dan UU Desa harus diperas menjadi satu pasal maka pasalnya harus bunyi 1) sekian persen APBN untuk desa, dan 2) aset-aset yang ada didesa dan dikelola dikuasai desa. Kenapa UU Desa harus dibenahi segera tahun ini? Karena tahun selanjutnya kita tidak pernah tahu berapa kesenjangannya. Kita tindak ingin menjelang Pemilu rakyat miskin diberi BLSM. Kemiskinan jangan dijadikan komoditi politik. Mudah-mudahan tahun ini tahun terakhir, karena masyarakat desa juga tidak ingin dikasihani lagi. UU Desa tidak sekedar untuk mengentaskan kemiskinan tetapi juga untuk mensejahterakan masyarakat desa.

Mugowam menjelaskan perkembangan RUU Desa, dimana masih ada perbedaan usulan dengan Pemerintah (pasal 18 UUD 45) dan DPR (pasal 18 ayat 2). Sementara isu yang berkembang diluar tantang PNS, masa jabatan dan persentasi dana ke desa. Bicara desa bukan politisasi maupun partainisasi, karena “membangun desa berarti membangun negara”. Kaitan dengan keuangan, “kalau pemerintah kasih 10% dari DAU nanti saya yang dimaki Gubernur/Bupati”. Diskusi seperti ini bisa dilakukan tiap minggu (kamsi sore/Jumat pagi), sehingga ada komitmen antara Kades – Wartawan – Pansus punya visi yang sama dalam mensejahterakan desa. Tahun 2012,  kades tidak tahu menahu berapa dana sektoral yang masuk desa. Bagi kepala desa disarankan selagi ada program masuk desa yang tidak melalui musrenbang “ditolak!”, Anda (Kades) dapat program iitu  karena kedekatan.  

Pada saat tanya jawab, Najib, Kades Pasuruan sepakat agar RUU Desa segera diundangkan, jangan janji-janji saja. Budiman mananggapi bahwa sampai saat ini sudah ada kesepakatan dengan Dirjen PMD, tetapi masih menthok pada isu Pertama, anggaran, tidak sepakat dikonsolidasikan satu pintu dan pemerintah diminta bawa data berapa uang yang ada di desa tetapi juga belum diberikan.  Kedua, masa jabatan, ada usulan 8x2 dan 6x2.

Dari pihak wartawan mempertanyakan, apakah dengan RUU Desa dapat mensejahterakan rakyat? Di Desa tidak ada pengawasan sehingga dikawatirkan nanti kades bisa seperti Gubernur/Bupati. Dengan semangat persatuan, walaupun di desa  ada warna-warna kehidupan tapi bukan dalam keseragaman. Oleh karena itu “jangan buru-buru diundangkan, setelah UU dibentuk akan ada egosentris desa, “siapa yang berduit yang berkuasa”. Muqowan, mengatakan bahwa masa jabatan berapapun tidak masalah, sementara pemerintah kita 5 tahun. Berapa dana sektoral yang dialokasikan ke desa? Harusnya semua sektoral diketahui Pansus. Advokasi/ komunikasi seperti ini perlu dilakukan di Fraksi-Fraksi yang anggotanya di Pansus sehingga UU lahir bisa untuk syarat membangun desa. Juga perlu ada forum di Media yang mendorong Pemerintah dan Fraksi.

Audensi dengan Pansus RUU Desa

Audensi ini dalam rangka pemantauan kerja Pansus. Muqowam mengatakan sebagai ketua Pansus sudah 3 kali berjanji, kenapa tertunda terus? Pansus tidak bermaksud menunda, rapat Pansus dilakukan seminggu 2 kali bahkan akhir minggupun digunakan rapat untuk menyamakan apresiasi dari berbagai pihak. Desa diatur secara komperhensif, tidak secara teknis, kehidupan berdasarkan kearifan lokal. Dalam pembahasan yang sudah disepakati mengenai 1) pemerintah desa adat, 2) penataan desa, 3) kewenangan desa, 4) BPD, dan 4) Musdes. Untuk masa jabatan belum ada kesepakatan, 8x2 atau 6x2, posisi DPR di 8x2, karena berkaitan dengan demokrasi, kehidupan dan sosiologisnya desa. Soal musdes perlu dipegang, kalau ada program masuk desa tanpa melalui musdes diminta “seluruh desa menolak pembangunan sektoral” (pembangkangan sektoral), karena lawan UU Desa adalah UU Sektoral. DAD dari APBN tidak semuanya bisa menerima.

Eko  – Direktorat PMD, fokus pembahasan mengenai: 1) kejelasan kewenangan, ada urusan asal usul, urusan lokalitas dan urusan yang ditugaskan, untuk meningkatkan PADes. 2) keuangan masih menjadi perdebatan, ada UU tersendiri. DAD sedang diformulasikan dengan Kementerian Keuangan. 3) kelembagaan. 4) Personil. Perangkat desa bisa diangkat langsung atau direkomendasi melalui camat. Untuk mendorong PADes maka ada urusan yang ditolak. Harapan Pemerintah dan DPR, bagaimana desa maju, mandiri dan sejahtera.

Budiman, UU Desa bukan sekedar UU Kepala Desa tapi UU Desa secara keseluruhan. Apakah dengan UU Desa mengurangi kemiskinan? Maksimal menciptakan kelas menengah baru di desa. UU Desa bukan UU memberantas kemiskinan. Isu kelembagaan desa, BPD, musdes sudah disepakati tinggal sinkronisasi, perumusan kalimat. Desa dibagi menjadi desa adat dan desa praja. Mengenai anggaran, ada beberapa skema yaitu 1) apakah dari uang itu dititipkan Kemnkeu langsung ke bawah, syaratnya tidak ada persentasi. 2) uang dititipkan di Kemendagri ke bawah dan tidak ada persentasi. 3) ada persentasi tetapi uang jatahnya Bupati. Itu posisi Pemeritah, posisi DPR lewat satu pintu dengan persentasi. Sejauh ini sanggupnya negara memelihara desa seberapa? Ada kontrak sosial antara desa dengan negara dalam bentuk UUD. 

Diskusi

Beberapa pertanyaan dari Kepala Desa:

  • DPR dan Pemerintah tahu seluk beluk pedesaan tapi sampai sekarang UU juga belum digedog, diputuskan secepat mungkin. RUU Desa mandegnya dari Pemerintah kalau UU Desa diundangkan apa sulitnya?
  • Masa jabatan untuk kades, bupati, gubernur berbeda. Masa jabatan 6x2 atau 8x2 kenapa ditawarkan lagi?
  • anggaran, block grand pemerintah pusat kepada desa. “Tidak akan ada negara kalau tidak ada desa. Apakah kita sudah merdeka? Belum. Mari kita merdekakan dengan menetapkan UU Desa”.
  • Bagaimana korelasi antara lintas sektoral? kalau kita tidak menerima dana sektoral, maka UU Desa seperti apa, berarti bertentangan dengan Pemerintah Daerah? Dan ketika menerima bagaimana? 

Dalam penjelasannya terakhir Muqowam menyampaikan maaf kalau belum bisa memenuhi janjinya mengesahkan UU Desa. “Saya tidak menolak, karena lawan kita sektoral. Mendagri tidak menolak, yang menolak keuangan, Bappenas dan sektoral-sektoral lain.”  Implikasi block grant luar biasa, sektoral dan banyak orang akan terganggu. Agenda Pansus: 12 Juli akhir masa sidang dan setelah 16 Agustus pembahasan kembali. Sebelum pembahasan diminta menggunakan kesempatan mendatangi Fraksi-fraksi, Dirjen Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, Pimpinan DPR (Priyo Budi Santoso).

Kenduri Desa 

Selesai audensi, dilakukan pemotongan tumpeng yang secara spiritual sebagai pertanda memberikan dukungan kapada Pansus. Sebelumnya dilakukan doa bersama. Harapan: RUU Desa segera Gol. Dari Koalisi diwakili oleh Tri Agus, potongan tumpeng pertama diserahkan kepada Budiman Sujadmiko, dilanjutkan ke Eko Prasetyanto dan  Muqowam. Selanjutnya peserta audensi bersama-sama menikmati hidangan tumpeng.

kirim ke teman | versi cetak

 

Rabu, 10 Juli 2013 11:29:42 - oleh : admin

Informasi "Kenduri Warga untuk RUU Desa" Lainnya